Pancasila yang notabene hasil pemikiran manusia adalah dasar negara
ini, negara ini dan aparatnya menyatakan bahwa Pancasila adalah
pandangan hidup, dasar negara serta sumber kejiwaan masyarakat dan
negara Indonesia, bahkan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di
Indonesia.
Oleh sebab itu pengamalannya harus dimulai dari setiap warga negara
Indonesia dan setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan
berkembang menjadi pengamalan Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan
serta lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah (Silahkan
lihat buku-buku PPKn atau yang sejenisnya).
Jadi dasar negara RI, pandangan hidup dan sumber kejiwaannya bukanlah
Laa ilaaha illallaah, tapi falsafah syirik Pancasila yang digali dari
bumi Indonesia.
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Itulah Al Kitab (Al Qur’an) tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai
petunjuk (pedoman) bagi orang orang yang bertaqwa”. (Al Baqarah : 2)
Tapi mereka mengatakan: Inilah Pancasila, tidak ada keraguan di
dalamnya, sebagai petunjuk (pedoman) bagi bangsa dan pemerintah
Indonesia.
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:
ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“…Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia…” (Al An’am : 153)
Tapi mereka mengatakan: Inilah Pancasila Sakti yang lurus, maka hiasilah hidupmu dengan moral Pancasila.
Dalam rangka menjadikan generasi penerus bangsa ini sebagai orang
yang Pancasilais (musyrik), para thaghut menjadikan PPKn (Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan) atau Pendidikan Kewarganegaraan atau Tata
Negara atau Kewiraan sebagai mata pelajaran bagi para siswa atau mata kuliah wajib bagi para mahasiswa.
Siapa yang tak lulus dalam matpel atau matkul ini, maka jangan harap dia lulus dari lembaga pendidikan yang bersangkutan. Dalam kesempatan ini, marilah kita kupas beberapa butir dari
sila-sila Pancasila yang sempat (bertahun-tahun) wajib dihafal, diujikan
dan dijadikan materi penataran P4 di era ORBA:
Sila ke-1 Butir ke-1:
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang beradab.
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang beradab.
Ya, beradab menurut ukuran isi otak mereka, bukan beradab sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Contoh: Ada orang yang murtad dari Islam, lalu ada muslim yang
menegakkan hukum Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa dengan membunuhnya, maka
orang yang membunuh demi menegakkan hukum Allah ini jelas akan ditangkap
dan dijerat hukum thaghut lalu dijebloskan ke balik jeruji besi.
Berdasarkan butir ini, seorang muslim pun tidak bisa nahi munkar,
contoh: jika seorang muslim melihat syirik —sebagai kemunkaran terbesar
dilakukan—, misalnya ada yang menyembah batu atau arca, minta-minta ke
kuburan, mempersembahkan sesajen atau tumbal, maka bila ia bertindak
dengan mencegahnya atau mengacaukan acara ritual musyrik itu, maka sudah
pasti dialah yang ditangkap dan dipenjara (dengan tuduhan mengacaukan
keamanan atau merusak program kebudayaan dan pariwisata), padahal nahi
munkar adalah ibadah yang sangat tinggi nilainya dalam agama Islam. Lalu
apakah arti kebebasan yang disebutkan itu? Bangunlah wahai kaum
muslimin, jangan kalian terbuai sihir para thaghut…
Sila ke-1 Butir ke-2:
Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
Pancasila memberikan kebebasan orang untuk memilih jalan hidupnya.
Seandainya ada muslim yang murtad dengan masuk Nasrani, Hindu atau
Budha, maka berdasarkan Pancasila itu adalah hak asasinya, kebebasannya,
dan tidak ada hukuman baginya, bahkan si pelaku mendapat jaminan
perlindungan. Hal ini jelas membuka lebar-lebar pintu kemurtadan,
sedangkan dalam ajaran Tauhid, Rasulullah bersabda:
“Siapa yang merubah dien (agama)nya, maka bunuhlah dia” (Muttafaq ‘alaih)
Di sisi lain banyak orang muslim tertipu, karena dengan butir ini
mereka merasa dijamin kebebasannya untuk beribadat, mereka berfikir kan
bisa adzan, bisa shalat, bisa shaum, bisa zakat, bisa haji, bisa ini
bisa itu, padahal kebebasan ini tidak mutlak, kebebasan ini tidak
berarti kaum muslimin bias melaksanakan sepenuhnya ajaran Islam,
lihatlah apakah di Indonesia bisa ditegakkan had? Apakah kaum muslimin
bebas untuk ikut serta di front jihad manapun? Tentu tidak, karena
dibatasi oleh butir Pancasila yang lain.
Sila ke-2 Butir ke-1:
Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia
Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia
Maknanya adalah tidak ada perbedaan di antara mereka dalam status
derajat, hak dan kewajiban dengan sebab dien (agama), sedangkan Allah
Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:
قُلْ لا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ
“Katakanlah: Tidak sama orang yang buruk dengan orang yang baik,
meskipun banyaknya yang buruk menakjubkan kamu”. (Al Maaidah : 100)
وَمَا يَسْتَوِي الأعْمَى وَالْبَصِيرُ (١٩) وَلا الظُّلُمَاتُ وَلا النُّورُ (٢٠) وَلا الظِّلُّ وَلا الْحَرُورُ (٢١) وَمَا يَسْتَوِي الأحْيَاءُ وَلا الأمْوَاتُ
“Dan tidaklah sama orang yang buta dengan yang bisa melihat, tidak
pula kegelapan dengan cahaya, dan tidak sama pula tempat yang teduh
dengan yang panas, serta tidak sama orang-orang yang hidup dengan yang
sudah mati”. (Faathir : 19-22)
لا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ
“Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni surga”. (Al Hasyr : 20)
أَفَمَنْ كَانَ مُؤْمِنًا كَمَنْ كَانَ فَاسِقًا لا يَسْتَوُونَ
“Maka apakah orang yang mu’min (sama) seperti orang yang fasiq ? (tentu) tidaklah sama” (As Sajdah : 18)
Sedangkan kaum musyrikin dan thaghut Pancasila menyatakan : “Mereka sama…” Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman :
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ (٣٥) مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ (٣٦) أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ (٣٧) إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا تَخَيَّرُونَ
“Maka apakah Kami menjadikan orang-orang Islam (sama) seperti
orang-orang kafir. Mengapa kamu (berbuat demikian): Bagaimanakah kamu
mengambil keputusan ? Atau adakah kamu memiliki sebuah Kitab (yang
diturunkan Allah) yang kamu baca, di dalamnya kamu benar-benar boleh
memilih apa yang kamu sukai untukmu ?”. (Al Qalam : 35-38)
Sedangkan Pancasila menyamakan antara orang-orang Islam dengan orang-orang kafir.
Jika kita bertanya kepada mereka: Apakah kalian mempunyai kitab yang
kalian pelajari tentang itu? Mereka menjawab: Ya, tentu kami punya,
yaitu buku PPKn dan buku-buku lainnya yang di dalamnya menyebutkan:
Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia.
Wahai orang yang berfikir, apakah ini Tauhid atau kekafiran….?
Sila ke-2 Butir ke-2
Saling mencintai sesama manusia
Saling mencintai sesama manusia
Pancasila mengajarkan pemeluknya untuk mencintai orang-orang Nasrani,
Budha, Hindu, Konghucu, kaum sekuler, kaum liberal, para demokrat, para
quburiyyun, para thaghut dan orang-orang kafir lainnya.
Sedangkan Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa menyatakan:
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
”Engkau tidak akan mendapati orang-orang yang yang beriman kepada
Allah dan Hari Akhir berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu adalah ayah-ayah mereka, atau
anak-anak mereka, atau saudara-saudara mereka, atau karib kerabat
mereka” (Al Mujaadilah : 22)
Pancasila berkata: Haruslah saling mencintai, meskipun dengan orang non muslim (kafir)!
Namun Allah memvonis: Orang yang saling mencintai dengan orang kafir, maka mereka bukan orang Islam, bukan orang yang beriman.
Jadi jelaslah bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa mengajarkan Tauhid, sedangkan Pancasila mengajarkan kekafiran. Dia berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jangan kalian jadikan musuh-Ku dan
musuh kalian sebagai auliya yang mana kalian menjalin kasih sayang
terhadap mereka”. (Al Mumtahanah : 1)
إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا
“Sesungguhnya orang-orang kafir adalah musuh yang nyata bagi kalian”. (An Nisaa : 101)
Renungilah ayat-ayat suci tersebut dan amati butir Pancasila di atas.
Lihatlah, yang satu arahnya ke timur, sedangkan yang satu lagi ke
barat.
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman tentang ajaran Tauhid yang diserukan oleh para Rasul:
وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“…Serta tampak antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian
selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja” (Al Mumtahanah :
4)
Namun dalam ajaran thaghut Pancasila: Tidak ada permusuhan dan
kebencian, tapi harus toleran dan tenggang rasa dengan sesama manusia
apapun keyakinannya.
Apakah ini tauhid atau syirik? Ya tauhid, tapi bukan tauhidullah!
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ikatan iman yang paling kokoh adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”.
Namun seseorang yang beriman kepada Pancasila akan mencintai dan
membenci atas dasar Pancasila. Dia itu mu’min (beriman), tapi bukan
kepada Allah, namun iman kepada Pancasila.
Inilah makna yang hakiki dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun Yang
Maha Esa dalam agama Pancasila bukanlah Allah, tapi itulah Garuda
Pancasila yang melindungi pemuja batu dan berhala !!!
Sila ke-3 Butir ke-1
Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan
Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan
Inilah yang dinamakan dien (agama) nasionalisme yang juga merupakan
salah satu bentuk ajaran syirik, karena menuhankan negara (tanah air).
Dalam butir di atas disebutkan bahwa kepentingan nasional harus
didahulukan atas kepentingan apapun, termasuk kepentingan golongan
(agama). Jika ajaran Tauhid (dien Islam) bertentangan dengan kepentingan
syirik dan kekufuran negara, maka Tauhid harus mengalah.
Sedangkan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya”. (Al Hujurat : 1)
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا
“Katakanlah: Bila ayah-ayah kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara
kalian, isteri-isteri kalian, karib kerabat kalian, harta yang kalian
usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah
yang engkau sukai lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta
dari jihad di jalan-Nya, maka tunggulah…” (At Taubah : 24)
Maka dari itu jika nasionalisme adalah segalanya, maka hukum-hukum
yang dibuat dan diterapkan adalah yang disetujui oleh kaum kafir asli
dan kaum kafir murtad. Syari’at Islam yang utuh tak mungkin ditegakkan,
karena menurut mereka syari’at (hukum) Allah Subhaanahu Wa Ta’ala sangat-sangat menghancurkan tatanan kehidupan yang berdasarkan paham nasionalis.
Sebenarnya jika setiap butir dari sila-sila Pancasila itu dijabarkan
seraya ditimbang dengan Tauhid, tentulah membutuhkan waktu dan lembaran
yang banyak. Penjabaran di atas hanyalah sebagian kecil dari bukti
kerancuan, kekafiran, kemusyrikan dan kezindiqan Pancasila sebagai hukum
buatan manusia yang merasa lebih adil dari Allah. Uraian ini insya
Allah telah memenuhi kadar cukup sebagai hujjah bagi para pembangkang
dan cahaya bagi yang mengharapkan lagi merindukan hidayah.
dikutip dari sharia4indonesia.com
0 komentar:
Posting Komentar