Jumat, 07 September 2012

Pancasila Menurut Pandangan Islam


Pancasila yang notabene hasil pemikiran manusia adalah dasar negara ini, negara ini dan aparatnya menyatakan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup, dasar negara serta sumber kejiwaan masyarakat dan negara Indonesia, bahkan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia.

Oleh sebab itu pengamalannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia dan setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan serta lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah (Silahkan lihat buku-buku PPKn atau yang sejenisnya).

Jadi dasar negara RI, pandangan hidup dan sumber kejiwaannya bukanlah Laa ilaaha illallaah, tapi falsafah syirik Pancasila yang digali dari bumi Indonesia.
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:

ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

“Itulah Al Kitab (Al Qur’an) tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk (pedoman) bagi orang orang yang bertaqwa”. (Al Baqarah : 2)
Tapi mereka mengatakan: Inilah Pancasila, tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk (pedoman) bagi bangsa dan pemerintah Indonesia.
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:

ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“…Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia…” (Al An’am : 153)
Tapi mereka mengatakan: Inilah Pancasila Sakti yang lurus, maka hiasilah hidupmu dengan moral Pancasila.
Dalam rangka menjadikan generasi penerus bangsa ini sebagai orang yang Pancasilais (musyrik), para thaghut menjadikan PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) atau Pendidikan Kewarganegaraan atau Tata Negara atau Kewiraan sebagai mata pelajaran bagi para siswa atau mata kuliah wajib bagi para mahasiswa.
Siapa yang tak lulus dalam matpel atau matkul ini, maka jangan harap dia lulus dari lembaga pendidikan yang bersangkutan. Dalam kesempatan ini, marilah kita kupas beberapa butir dari sila-sila Pancasila yang sempat (bertahun-tahun) wajib dihafal, diujikan dan dijadikan materi penataran P4 di era ORBA:

Sila ke-1 Butir ke-1:
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang beradab.

Ya, beradab menurut ukuran isi otak mereka, bukan beradab sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Contoh: Ada orang yang murtad dari Islam, lalu ada muslim yang menegakkan hukum Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa dengan membunuhnya, maka orang yang membunuh demi menegakkan hukum Allah ini jelas akan ditangkap dan dijerat hukum thaghut lalu dijebloskan ke balik jeruji besi.
Berdasarkan butir ini, seorang muslim pun tidak bisa nahi munkar, contoh: jika seorang muslim melihat syirik —sebagai kemunkaran terbesar dilakukan—, misalnya ada yang menyembah batu atau arca, minta-minta ke kuburan, mempersembahkan sesajen atau tumbal, maka bila ia bertindak dengan mencegahnya atau mengacaukan acara ritual musyrik itu, maka sudah pasti dialah yang ditangkap dan dipenjara (dengan tuduhan mengacaukan keamanan atau merusak program kebudayaan dan pariwisata), padahal nahi munkar adalah ibadah yang sangat tinggi nilainya dalam agama Islam. Lalu apakah arti kebebasan yang disebutkan itu? Bangunlah wahai kaum muslimin, jangan kalian terbuai sihir para thaghut…

Sila ke-1 Butir ke-2:
Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya

Pancasila memberikan kebebasan orang untuk memilih jalan hidupnya. Seandainya ada muslim yang murtad dengan masuk Nasrani, Hindu atau Budha, maka berdasarkan Pancasila itu adalah hak asasinya, kebebasannya, dan tidak ada hukuman baginya, bahkan si pelaku mendapat jaminan perlindungan. Hal ini jelas membuka lebar-lebar pintu kemurtadan, sedangkan dalam ajaran Tauhid, Rasulullah bersabda:
“Siapa yang merubah dien (agama)nya, maka bunuhlah dia” (Muttafaq ‘alaih)
Di sisi lain banyak orang muslim tertipu, karena dengan butir ini mereka merasa dijamin kebebasannya untuk beribadat, mereka berfikir kan bisa adzan, bisa shalat, bisa shaum, bisa zakat, bisa haji, bisa ini bisa itu, padahal kebebasan ini tidak mutlak, kebebasan ini tidak berarti kaum muslimin bias melaksanakan sepenuhnya ajaran Islam, lihatlah apakah di Indonesia bisa ditegakkan had? Apakah kaum muslimin bebas untuk ikut serta di front jihad manapun? Tentu tidak, karena dibatasi oleh butir Pancasila yang lain.

Sila ke-2 Butir ke-1:
Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia

Maknanya adalah tidak ada perbedaan di antara mereka dalam status derajat, hak dan kewajiban dengan sebab dien (agama), sedangkan Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:

قُلْ لا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ

“Katakanlah: Tidak sama orang yang buruk dengan orang yang baik, meskipun banyaknya yang buruk menakjubkan kamu”. (Al Maaidah : 100)

وَمَا يَسْتَوِي الأعْمَى وَالْبَصِيرُ (١٩) وَلا الظُّلُمَاتُ وَلا النُّورُ (٢٠) وَلا الظِّلُّ وَلا الْحَرُورُ (٢١) وَمَا يَسْتَوِي الأحْيَاءُ وَلا الأمْوَاتُ

“Dan tidaklah sama orang yang buta dengan yang bisa melihat, tidak pula kegelapan dengan cahaya, dan tidak sama pula tempat yang teduh dengan yang panas, serta tidak sama orang-orang yang hidup dengan yang sudah mati”. (Faathir : 19-22)

لا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ

“Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni surga”. (Al Hasyr : 20)

أَفَمَنْ كَانَ مُؤْمِنًا كَمَنْ كَانَ فَاسِقًا لا يَسْتَوُونَ

“Maka apakah orang yang mu’min (sama) seperti orang yang fasiq ? (tentu) tidaklah sama” (As Sajdah : 18)
Sedangkan kaum musyrikin dan thaghut Pancasila menyatakan : “Mereka sama…” Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman :

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ (٣٥) مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ (٣٦) أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ (٣٧) إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا تَخَيَّرُونَ

“Maka apakah Kami menjadikan orang-orang Islam (sama) seperti orang-orang kafir. Mengapa kamu (berbuat demikian): Bagaimanakah kamu mengambil keputusan ? Atau adakah kamu memiliki sebuah Kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu baca, di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu ?”. (Al Qalam : 35-38)
Sedangkan Pancasila menyamakan antara orang-orang Islam dengan orang-orang kafir.
Jika kita bertanya kepada mereka: Apakah kalian mempunyai kitab yang kalian pelajari tentang itu? Mereka menjawab: Ya, tentu kami punya, yaitu buku PPKn dan buku-buku lainnya yang di dalamnya menyebutkan: Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia.
Wahai orang yang berfikir, apakah ini Tauhid atau kekafiran….?

Sila ke-2 Butir ke-2
Saling mencintai sesama manusia

Pancasila mengajarkan pemeluknya untuk mencintai orang-orang Nasrani, Budha, Hindu, Konghucu, kaum sekuler, kaum liberal, para demokrat, para quburiyyun, para thaghut dan orang-orang kafir lainnya.
Sedangkan Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa menyatakan:

لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

”Engkau tidak akan mendapati orang-orang yang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu adalah ayah-ayah mereka, atau anak-anak mereka, atau saudara-saudara mereka, atau karib kerabat mereka” (Al Mujaadilah : 22)
Pancasila berkata: Haruslah saling mencintai, meskipun dengan orang non muslim (kafir)!
Namun Allah memvonis: Orang yang saling mencintai dengan orang kafir, maka mereka bukan orang Islam, bukan orang yang beriman.
Jadi jelaslah bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa mengajarkan Tauhid, sedangkan Pancasila mengajarkan kekafiran. Dia berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jangan kalian jadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai auliya yang mana kalian menjalin kasih sayang terhadap mereka”. (Al Mumtahanah : 1)

إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا

“Sesungguhnya orang-orang kafir adalah musuh yang nyata bagi kalian”. (An Nisaa : 101)
Renungilah ayat-ayat suci tersebut dan amati butir Pancasila di atas. Lihatlah, yang satu arahnya ke timur, sedangkan yang satu lagi ke barat.
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman tentang ajaran Tauhid yang diserukan oleh para Rasul:

وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

“…Serta tampak antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja” (Al Mumtahanah : 4)
Namun dalam ajaran thaghut Pancasila: Tidak ada permusuhan dan kebencian, tapi harus toleran dan tenggang rasa dengan sesama manusia apapun keyakinannya.
Apakah ini tauhid atau syirik? Ya tauhid, tapi bukan tauhidullah!
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ikatan iman yang paling kokoh adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”.
Namun seseorang yang beriman kepada Pancasila akan mencintai dan membenci atas dasar Pancasila. Dia itu mu’min (beriman), tapi bukan kepada Allah, namun iman kepada Pancasila.
Inilah makna yang hakiki dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun Yang Maha Esa dalam agama Pancasila bukanlah Allah, tapi itulah Garuda Pancasila yang melindungi pemuja batu dan berhala !!!

Sila ke-3 Butir ke-1
Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan

Inilah yang dinamakan dien (agama) nasionalisme yang juga merupakan salah satu bentuk ajaran syirik, karena menuhankan negara (tanah air). Dalam butir di atas disebutkan bahwa kepentingan nasional harus didahulukan atas kepentingan apapun, termasuk kepentingan golongan (agama). Jika ajaran Tauhid (dien Islam) bertentangan dengan kepentingan syirik dan kekufuran negara, maka Tauhid harus mengalah.
Sedangkan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala  berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya”. (Al Hujurat : 1)

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا

“Katakanlah: Bila ayah-ayah kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, isteri-isteri kalian, karib kerabat kalian, harta yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah yang engkau sukai lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta dari jihad di jalan-Nya, maka tunggulah…” (At Taubah : 24)
Maka dari itu jika nasionalisme adalah segalanya, maka hukum-hukum yang dibuat dan diterapkan adalah yang disetujui oleh kaum kafir asli dan kaum kafir murtad. Syari’at Islam yang utuh tak mungkin ditegakkan, karena menurut mereka syari’at (hukum) Allah Subhaanahu Wa Ta’ala  sangat-sangat menghancurkan tatanan kehidupan yang berdasarkan paham nasionalis.
Sebenarnya jika setiap butir dari sila-sila Pancasila itu dijabarkan seraya ditimbang dengan Tauhid, tentulah membutuhkan waktu dan lembaran yang banyak. Penjabaran di atas hanyalah sebagian kecil dari bukti kerancuan, kekafiran, kemusyrikan dan kezindiqan Pancasila sebagai hukum buatan manusia yang merasa lebih adil dari Allah. Uraian ini insya Allah telah memenuhi kadar cukup sebagai hujjah bagi para pembangkang dan cahaya bagi yang mengharapkan lagi merindukan hidayah.

dikutip dari sharia4indonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar